• Login
    • Merupakan ketentuan TPZ yang memungkinkan pemilik tanah untuk menjual haknya untuk membangun kepada pihak lain, sehingga pembeli dapat membangun propertinya dengan intensitas lebih tinggi atau kawasan yang didorong pembangunannya.
    • Digunakan untuk melindungi penggunaan lahan pertanian atau penggunaan lahan hijau lainnya dari konversi penggunaan lahan, dimana pemilik lahan pertanian atau lahan hijau lainnya dapat mempertahankan kegiatan pertaniannya dan memperoleh uang sebagai ganti rugi atas haknya untuk membangun.
    • Ketentuan pengaturan zona pengirim:
      1. pemilik tanah dapat menjual haknya untuk membangun kepada pihak lain
      2. peralihan hak membangun ini implementasikan pada satu blok peruntukan yang sama, atau zona penerima mendapatan dari zona pengirim pada blok yang sama, bila dilaksanakan pada zona yang sama namun berbeda blok peruntukan maka harus didahului dengan analisis daya tampung terkait dengan perubahan intensitas pemanfaatan ruang pada blok peruntukan yang menerima tambahan intensitas ruang
      3. lahan atau tanah yang haknya untuk membangun telah dialihkan atau dijual, dikemudian hari tidak lagi dapat membangun atau menjual kembali haknya
      4. peralihan hak pada zona pengirim bermaksud untuk melindungi penggunaan lahan pertanian, penggunaan lahan hijau lainnya, dan tidak terbangun lainnya, dari konversi penggunaan lahan
      5. pemilik lahan atau pemilik tanah pertanian, lahan hijau dan/atau lahan tidak terbangun lainnya dapat mempertahankan kegiatan pertanian dan kegiatan budidaya tidak terbangun lainnya dan memperoleh kompensasi sebagai pengganti haknya untuk membangun; dan
      6. penilaian nilai intensitas dan peralihan hak membangun yang dialihkan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
    • Ketentuan pengaturan zona penerima:
      1. pembeli dapat membangun propertinya atau meningkatkan bangunannya dengan intensitas lebih tinggi atau kawasan yang didorong pembangunannya;
      2. peralihan hak membangun ini implementasikan pada satu blok peruntukan yang sama, atau zona penerima mendapatan dari zona pengirim pada blok yang sama, bila dilaksanakan pada zona yang sama namun berbeda blok peruntukan maka harus didahului dengan analisis daya tampung terkait dengan perubahan intensitas pemanfaatan ruang pada blok peruntukan yang menerima tambahan intensitas ruang
      3. lahan atau tanah yang telah ditambahkan dan/atau ditingkatkan pembangunannya sesuai peralihan hak membangun sesuai intensitas yang diperolehnya secara maksimal, dikemudian hari tidak lagi dapat membangun atau menjual kembali haknya
      4. peralihan hak pada zona penerima bermaksud untuk menambah intensitas pemanfaatan ruang pada kawasan terbangun
      5. pemilik bangunan dapat atau diperkenankan mendapatkan penambahakan intensitas pemanfaatan ruang dari peralihan hak membangun berikutnya berdasarkan rekomendasi teknis yang berkaitan dengan bangunan gedung; dan
      6. penilaian nilai intensitas dan peralihan hak membangun yang dialihkan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
    • merupakan ketentuan pengaturan pada satu atau beberapa zona/sub zona dalam satu blok atau beberapa blok yang aturannya tidak didasarkan pada aturan prespektif, namun didasarkan pada kualitas kinerja tertentu yang ditetapkan
    • Pengaturan zona performa untuk mendukung kinerja jalan terdiri atas:
      1. standar pelayanan minimal jaringan jalan yang di ukur berdasarkan indikator kinerja aksesibilitas, mobilitas dan keselamatan jalan
      2. standar pelayanan minimal ruas jalan yang diukur berdasarkan indicator kinerja kondisi jalan dan kecepatan
      3. tingkat pelayanan jalan (Level Of Service/LOS) adalah gambaran kondisi operasional arus lalu lintas dan persepsi pengendara dalam terminologi kecepatan, waktu tempuh, kenyamanan, kebebasan bergerak, keamanan dan keselamatan.
    • Ketentuan zona performa untuk mendukung kinerja pelayanan fasilitas publik pada fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, olah raga, sosial budaya terdiri atas:
      1. sarana dan prasarana keamanan melebihi standar minimal
      2. sarana dan prasarana keselamatan melebihi standar minimal
      3. sarana dan prasarana kenyamanan melebihi standar minimal; dan
      4. sarana dan prasarana kesehatan melebihi standar minimal.
    • ditetapkan pada satu zona atau beberapa zona yang berorientasi kepada peningkatan pendapatan daerah
    • Ketentuan pengaturan zona fiskal:
      1. insentif pajak atau retribusi daerah dalam jangka waktu tertentu untuk peningkatan nilai investasi baru dan peningkatan pembangunan dan kapasitas produksi sesuai kriteria insentif daerah dan peraturan perundang-undangan pada zona
      2. insentif pajak atau retribusi daerah dalam jangka waktu tertentu untuk investasi baru dan pembangunan baru pada zona
    • merupakan bentuk pengaturan pada zona atau subzona yang memiliki pertampalan dengan kawasan rawan bencana banjir tinggi serta bersifat menggantikan ketentuan pada aturan dasar
    • untuk mengurangi kerugian dan menurunkan dampak akibat banjir di kota banjarmasin yang memiliki risiko bencana banjir sedang dan tinggi dari pasang laut (banjir rob), curah hujan setempat atau lokal, dan debit banjir dari hulu, terdiri atas:
      1. penyediaan ruang air pada lahan rawa alami dan lahan rawa yang dilakukan rekayasa untuk menampung dan menerima debit banjir pada setiap sub zona, dengan ketentuan koefisien ruang air (KRA) minimal, meliputi:
        1. subzona perlindungan setempat dengan kode PS, KRA minimal 60-80 %;
        2. subzona tanaman pangan dengan kode P-1, KRA minimal 30-70 %;
        3. subzona perumahan kepadatan sedang dengan kode R-3, KRA minimal 50-80 %;
        4. subzona perumahan kepadatan rendah dengan kode R-4, KRA minimal 60-90 %;
        5. subzona perdagangan dan jasa skala WP dengan kode K-2, KRA minimal 40-65 %;
        6. subzona SPU skala RW dengan kode SPU-4, KRA minimal 60-90 %;
        7. subzona kawasan peruntukan industri dengan kode KPI, KRA minimal 30-70 %
        8. subzona Pengelolaan Persampahan dengan kode PP, KRA minimal 20-40 %.
      2. ketentuan penetapan KRA minimal direkomendasikan oleh Dinas Teknis yang membidangi sumber daya air dan drainase;
      3. pembangunan bangunan yang mengikuti ketentuan konstruksi bangunan panggung dan sesuai arahan ketinggoan elevasi lantai dasar atau PEIL Lantai Bangunan;
      4. penyediaan prasarana sarana drainase sesuai ketentuan prasarana sarana minimal;
      5. ketentuan tata bangunan, yaitu:
        1. pembatasan penimbunan dan urugan; dan
        2. konstruksi bangunan panggung sesuai atau mengikuti Patok/BM Elevasi Muka Air Banjir.
      6. ketentuan sarana prasarana minimal, terdiri atas:
        1. patok/BM Elevasi Muka Air Banjir;
        2. patok/BM Elevasi Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence);
        3. menyediakan ruang air baik berupa kolam tampungan sesuai skala pemanfaatan;
        4. menyediakan akses publik dari dan menuju ke arah sungai; dan
        5. menyediakan tempat evakuasi bencana dan jalur evakuasi bencana.
    Pembatasan Pengoperasian Kegiatan (T1)

    Pembatasan pengoperasian kegiatan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan, dapat berupa:

    1. Waktu operasi, berupa durasi dan/atau jam operasi kegiatan.
    2. Pembatasan intensitas kegiatan, berupa jumlah tenaga kerja dan/atau sarana prasarana yang dipergunakan.
    3. Pengembangan dan peningkatan kapasitas kegiatan atau usaha lebih lanjut tidak diperkenankan.
    4. pembatasan waktu pemanfaatan lahan.
    5. Pembatasan penggunaan, pemanfaatan dan pelayanan utilitas, berupa air bersih, air minum, air limbah, persampahan, listrik, telekomunikasi, dan lainnya, yang harus terukur dan tidak menimbulkan gangguan terhadap pengguna layanan utilitas publik lainnya di lingkungan sekitarnya.
    Pembatasan Intensitas Ruang atau Luas (T2)

    Pembatasan intensitas ruang atau luas, baik dalam bentuk pembatasan luas maksimum suatu kegiatan di dalam sub zona maupun di dalam kavling tanah, dengan tujuan untuk mengurangi dominasi pemanfatan ruang di sekitarnya, dapat berupa:

    1. Koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum diturunkan sebesar minimal 5% - maksimum 20%.
    2. Koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum diturunkan sebesar minimal 5% - maksimum 20%.
    3. Koefisien dasar hijau (KDH) minimal dinaikkan sebesar minimal 5% - maksimum 20%.
    4. Koefisien tapak basement (KTB) maksimum diturunkan sebesar minimal 5% - maksimum 20%.
    5. Koefisien wilayah terbangun (KWT) maksimum diturunkan sebesar minimal 5% - maksimum 20%.
    6. Kepadatan bangunan unit maksimum diturunkan sebesar minimal 5% - maksimum 20%
    7. Pembatasan atau perubahan luasan dan penurunan ketentuan tata bangunan yang dapat meliputi luasan kavling minimal menjadi lebih luas atau menjadi lebih kecil, garis sempadan bangunan atau jarak bebas bangunan dinaikkan atau di tingkatkan.
    Pembatasan Jumlah Pemanfaatan (T3)

    Berupa pembatasan jumlah pemanfaatan jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada mampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, maka pemanfaatan tersebut tidak boleh dizinkan atau diizinkan terbatas dengan pertimbangan-pertimbangan khusus yang meliputi:

    1. Jumlah maksimal dengan perbandingan dari masing-masing kegiatan lahan tersebut dengan jumlah rumah atau jumlah kegiatan yang dilayaninya di sub blok atau lingkungan yang lebih kecil tersebut berupa dengan perbandingan pelayanan atau yang dilayaninya.
    2. Jumlah maksimal dibatasi hanya 1 kegiatan atau usaha untuk setiap sub blok atau satuan unit lingkungan terkecil yang disetujui bersama masyarakat setempat dan pemerintah daerah.
    3. Kajian dengan kegiatan lain yang serupa, sejenis, dan sama di sub blok, atau lingkungan sekitarnya.
    Kegiatan yang Wajib Melakukan Kajian dan Persetujuan Lingkungan Hidup (B1)

    Untuk kegiatan yang wajib melakukan kajian dan persetujuan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau izin ANDALALIN (dapat berupa standar teknis, rekomendasi teknis, dan dokumen andalalin) serta rekomendasi institusi/ forum yang berkaitan sesuai dengan peraturan perundangan.

    Kesesuian Wajib Terhadap Peraturan Daerah (B2)

    Kesesuaian wajib terhadap peraturan daerah yang mengatur tentang bangunan, konstruksi, kesehatan dan pengelolaan lingkungan, pengamanan dan kebencanaan, keadilan sosial, dan pengembangan ekonomi.

    Kegiatan yang Dikenakan Disensitif Berupa Biaya Dampak Pembangunan (B3)

    Untuk kegiatan yang dikenakan disinsentif berupa biaya dampak pembangunan, dapat berupa:

    1. Biaya sosial kesehatan, berupa asuransi; jiwa, kesehatan, kebakaran, kecelakaan dan lainnya sesuai penilaian dan kebutuhan.
    2. Biaya lingkungan, berupa biaya jaminan atau garansi lingkungan untuk pemulihan dan penanggulangan dampak, dan lainnya sesuai penilaian dan kebutuhan dan penyediaan prasarana sarana lebih dari yang diwajibkan dan disarankan untuk mendukung kegiatan sehingga dapat menghilangkan atau meminimalkan dan mengurangi dampak negatif menjadi lebih kecil dan dapat diabaikan.
    Kegiatan yang Wajib Melakukan Kajian dan Persetujuan Lingkungan Hidup (B4)

    Untuk kegiatan yang tetap menjaga dan berkaitan dengan persyaratan terkait estetika bangunan dan lingkungan.


    1. Jalur Pendestrian / Pejalan Kaki
      1. Jalur pedestrian sekeliling kapling/tepi jalan
      2. Jalur penghubung dari gedung ke jalur pedestrian/gedung ke gedung
      3. Barrier jalur hijau
      4. Penghalang Kendaraan Bermotor
      5. Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki
      6. Area Naik/Turun Penumpang/Teluk Jalan "Drop Off Zone"

    2. Jalur Sepeda
      1. Jalur Sepeda
      2. Fasilitas Parkir Sepeda

    3. Perparkiran
      1. Menyediakan area parkir di dalam kavling
      2. Menyediakan area parkir umum dalam lingkungan
      3. Menyediakan halte (area pemberhentian sementara angkutan umum/mobil penumpang)

    4. Prasarana Drainase
      1. Menggunakan saluran terbuka
      2. Menggunakan saluran tertutup
      3. Menyediakan kolam tampungan/ "detention pond" parkir air (retention/ detention pond)
      4. Menyediakan sistem/ saluran pembagi (gorong-gorong antar persil/blok)
      5. Menyediakan saluran dari tepi jalan (inlet saluran) ke kolong bangunan panggung/rawa/badan air

    5. Jaringan Listrik
      1. Menyediakan lampu penerangan jalan/PJU
      2. Menyediakan Generator Listrik/ Pembangkit Kepentingan Se ndiiri/ Pembangkit Mandiri

    6. Jaringan Telekomunikasi
      1. Menggunakan BTS individual/mandiri
      2. Menyediakan jaringan internet Wi-Fi untuk publik (Public Internet Wifi)

    7. Pengelolaan Sampah
      1. Menyediakan Tempat sampah individual/ Bak Sampah
      2. Menyediakan TPS, TPST dan/ atau TPST-3R
      3. Menyediakan Alat Angkut Sampah Menuju TPS, TPST dan/atau TPST-3R (gerobak, motor gerobak, kapal penangkap sampah sungai) (Pengumpulan Kolektif/Bersama)
      4. Menyediakan Alat Angkut Menuju TPA (pick up & truk)

    8. Aksesibilitas Penyandang Cacat dan Lansia
      1. Jalur Pemandu pada Jalur Pedestrian
      2. Jalur Pemandu, Rambu dan Marka
      3. Area Parkir Khusus
      4. Aksesibilitas Khusus (Penyandang Cacat dan Lansia); seperti Ram, Aksesibilitas Lift tangga (starway lift)
      5. Sarana dan Perabot Khusus, seperti Toilet Khusus dan Perabot Khusus lainnya

    9. Proteksi Kebakaran
      1. Membangun gedung dengan sarana proteksi kebakaran pasif
      2. Menyediakan sistem pipa tegak
      3. Menyediakan sistem springkler otomatik
      4. Menyediakan pompa pemadam kebakaran
      5. Menyediakan sarana penyediaan air (hidran kebakaran, penampung/reservoar)
      6. Menyediakan alat pemadam kebakaran ringan (APAR)/portabel
      7. Menyediakan sistem deteksi dan alarm kebakaran dan sistem komunikasi
      8. Menyediakan ventilasi mekanik dan sistem pengendalian asap.
    10. Sarana Prasarana Transportasi Air
      1. Dermaga Permanen
      2. Dermaga Terapung
      3. Tambatan Perahu /Tempat Parkir Kapal/Perahu Terbuka
      4. Tempat Parkir Kapal/Perahu Dengan Atap /Tertutup
      5. Jembatan Tinggi dan Pencahayaan Jembatan
    1. lahan pertanian tanaman pangan yang ditetapkan merupakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang dilarang dialihfungsikan;
    2. alih fungsi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan/atau bencana alam;
    3. setiap orang yang melakukan alih fungsi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di luar ketentuan yang berlaku wajib mengembalikan keadaan tanah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan seperti keadaan semula;
    4. alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum terbatas pada kepentingan umum dengan jenis kegiatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    5. dalam hal alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan karena terjadi bencana, lahan pengganti wajib disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; dan
    6. pemilik lahan dan penggarap yang mempertahankan lahannya diberi insentif oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah melalui skema program usaha pertanian modern.
    1. kawasan berorientasi transit memiliki radius pelayanan optimum 500 meter hingga 800 meter atau pergerakan berjalan kaki diatas jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dari 4 menit hingga 7 menit;
    2. rencana pola ruang yang bertampalan (overlay) dengan kawasan yang memiliki beberapa fungsi, yaitu transportasi, campuran, perdagangan jasa atau komersial, perkantoran dan pelayanan publik, dan hunian dengan intensitas tinggi;
    3. kawasan yang terintegrasi dengan sistem transportasi massal dan sistem transit atau peralihan antar moda sebagai pengumpan serta dimungkinkan moda transportasi air;
    4. kawasan yang memiliki kriteria keamanan, keselamatan, kenyamanan, kesehatan terhadap pergerakan manusia dan penumpang antar moda saat melakukan pergerakan, dari berjalan kaki, menggunakan sepeda, dan angkutan umum;
    5. kawasan yang dilengkapi dengan kelengkapan pendukung peralihan antar moda; halte, area naik dan turun penumpang, jalur pejalan kaki dan fasilitas kelengkapannya, jalur sepeda dan fasilitas kelengkapannya, dan sarana kelengkapan keselamatan jalan lainnya.
    1. Tempat Evakuasi Sementara (TES) merupakan ruang penyelamatan diri (escape building) dan berfungsi sebagai tempat berkumpul (assembly point) penduduk yang akan melanjutkan mobilisasi ke Tempat Evakuasi Akhir (TEA), meliputi:
      1. waktu tempuh lokasi TES maksimal 10 (sepuluh) menit;
      2. jarak tempuh ke lokasi TES sekitar 400 – 600 m (empat ratus hingga enam ratus meter) dari pusat permukiman atau aktivitas masyarakat;
      3. terletak pada jaringan jalan yang mudah dicapai dari segala arah dengan berlari atau berjalan kaki (aksesibilitas tinggi);
      4. memiliki sarana dan prasarana penunjang yang lengkap.
    2. Tempat Evakuasi Akhir (TEA) merupakan tempat penampungan penduduk di kawasan aman dari bencana dan dapat ditempati untuk jangka waktu tertentu, meliputi:
      1. lokasi berada di luar wilayah rawan bencana;
      2. terdapat fasilitas jalan dari permukiman ke tempat penampungan untuk memudahkan evakuasi;
      3. ketersediaan sarana air bersih, MCK, penerangan, dll yang mencukupi;
      4. ketersediaan pos kesehatan untuk pelayanan kesehatan pengungsi; dan
      5. ketersediaan pos komunikasi dengan sarana yang lebih lengkap (radio komunikasi, telepon, satelit).
    1. ketentuan sempadan sungai di Kota Banjarmasin, terdiri atas:
      1. ketentuan lebar sempadan di kawasan Sub Daerah Aliran Sungai Barito yaitu Sungai Barito dan Sungai Martapura mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, terdiri atas:
        1. sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai; dan
        2. lebar sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter.
      2. menyediakan akses publik menuju sungai dan/atau pantai; dan
      3. menyediakan sistem evakuasi bencana termasuk ruang untuk jalur evakuasi agar dapat dijangkau oleh petugas evakuasi.
    2. ketentuan sempadan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan berupa ruang bebas minimum menara/tiang pada SUTT sebesar 10 (sepuluh belas) meter dari sumbu vertikal menara.
    3. kegiatan penggunaan lahan yang sudah terbangun (keterlanjuran) diarahkan untuk tidak mengganggu fungsi lingkungan hidup dan ekosistem alami;
    4. pembatasan pertumbuhan dan pengembangan bangunan pada kawasan sempadan;
    merupakan dataran banjir kota banjarmasin yang memiliki resiko sedang hingga tinggi, dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. ketentuan dataran banjir ini bertujuan untuk mengurangi kerugian dan menurunkan dampak akibat banjir di kota banjarmasin yang memiliki resiko bencana banjir sedang dan tinggi dari pasang laut (banjir rob), curah hujan setempat atau lokal, dan debit banjir dari hulu;

    2. membatasi dan mengurangi kegiatan penimbunan atau urugan pada lahan rawa melalui penyediaan ruang air pada setiap kavling, persil dan tapak per satuan wilayah penanganan genangan atau satuan wilayah penanganan drainase dengan ketentuan koefisien ruang air minimal.

    3. koefisien ruang air minimal ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor berikut:
      1. keseimbangan dan kelestarian untuk melindungi dan mengamankan fungsi dan manfaat rawa;
      2. pengendalian pemanfaatan daerah rawa untuk kawasan terbangun perkotaan;
      3. penyediaan resapan dan tampungan air dan debit banjir;
      4. mendukung sistem pengendalian banjir perkotaan di daerah rawa rawa pasang surut.
      5. tata dan pola pengaliran air;
      6. terintegrasi degan sistem jaringan sumberdaya air dan jaring drainasi;
      7. dapat dikembangkan sebagai perwujudan kerangka hijau biru yang berkelanjutan;
      8. mendukung pengelolaan dataran banjir dan ketentuan kawasan rawan bencana banjir; dan
      9. mendukung dan memperkuat kebijakan regulasi bangunan panggung

    4. penyediaan ruang air sebagaimana dimaksud pada huruf b, diluar badan air sungai dilakukan sebagai berikut:
      1. penyediaan ruang air pada lahan atau tanah yang dapat di akses publik atau umum, melalui ketentuan;
        1. penyediaan ruang air publik minimal 30 % (tiga puluh persen) per satuan wilayah penanganan genangan (SWPG) atau per satuan wilayah penanganan drainase (SWPD);
        2. penyediaan ruang air publik sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan melalui kajian kebutuhan ruang air sebagai resapan, tampungan air pasang, limpasan air permukaan, air hujan dan/atau debit banjir dan/atau melalui rencana induk sumberdaya air dan drainase;
        3. penyediaan ruang air publik sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat berupa area rawa yang tidak di urug atau tidak dilakukan penimbunan, pemanfaatan atau peruntukan dengan dataran yang rendah atau direncanakan untuk digenangi air atau debit banjir, dan/atau dengan penggalian kolam dengan fungsi retensi detensi dengan fungsi utama sebagai area resapan dan tampungan;
        4. penyediaan ruang air publik sebagaimana dimaksud pada huruf c, dapat dilaksanakan pada zona sempadan sungai, zona ruang terbuka hijau, zona pertanian, zona perkantoran, zona sarana pelayanan umum, zona transportasi, zona pertahanan keamanan, zona kawasan peruntukan industri, sub zona pergudangan;
        5. penyediaan ruang air publik sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan melalui penyediaan lahan, pengadaan tanah, pemanfaatan tanah milik (aset) pemerintah dan/atau perolehan tanah lainnya;
        6. penyediaan ruang air publik sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diintegrasikan dan di manfaatkan sebagai ruang terbuka hijau fungsi ekologi dan hidrologi;dan
        7. penyediaan ruang air publik sebagaimana dimaksud pada huruf a terhubung dengan sistem jaringan sumberdaya air dan saluran drainase
      2. penyediaan ruang air privat, pada kapling atau persil atau bidang tanah yang di manfaatkan untuk perumahan atau rumah tinggal melalui ketentuan:
        1. penyediaan ruang air privat minimal 40 % sampai dengan 90 % pada tapak atau kapling dengan luasan sampai dengan 200m2, sesuai ketentuan dan arahan teknis dari dinas yang membidangi sumberdaya air dan drainase;
        2. ketentuan dan arahan teknis dari dinas yang membidangi sumberdaya air dan drainase sebagaimana dimaksud pada huruf a mempertimbangkan kegiatan, lokasi setempat dan sekitarnya, kondisi saat itu atau eksisting atau rumah tinggal baru;
        3. penyediaan ruang air privat sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat berupa area rawa yang tidak di urug atau tidak dilakukan penimbunan, pemanfaatan atau peruntukan dengan dataran yang rendah atau direncanakan untuk digenangi air atau debit banjir, dan/atau kolam retensi detensi dengan fungsi utama sebagai area resapan dan tampungan;
        4. pada kawasan permukiman atau kawasan perumahan wajib tersedia tata pengaliran ruang air dalam kavling dan lingkungan yang terhubung, dengan saluran inlet ke bagian bawah bangunan panggung atau rawa di bagian bawah (kolong) bangunan rumah, dan saluran pembagi atau gorong-gorong antar blok;
        5. penyediaan ruang air privat sebagaimana dimaksud pada huruf a terhubung dengan sistem jaringan sumberdaya air dan saluran drainase;dan
        6. peraturan daerah tentang bangunan dan konstruksi panggung tetap berlaku, kebutuhan lainnya tetap dipenuhi dengan konstruksi panggung atau urugan/ penimbunan elevasi rendah yang digenangi air saat debit pasang dan/atau debit banjir.
      3. penyediaan ruang air privat, pada kapling atau persil atau bidang tanah yang di manfaatkan untuk non perumahan atau selain rumah tinggal melalui ketentuan:
        1. zona kawasan peruntukan industri, sub zona pergudangan, zona perdagangan jasa, zona campuran, zona transportasi, sarana pelayanan umum.
        2. penyediaan ruang air privat pada tapak atau kapling dengan luasan kurang dari atau sampai dengan 200m2 mengiikuti ketentuan penyediaan ruang air privat, pada kapling atau persil atau bidang tanah yang di manfaatkan untuk perumahan atau rumah tinggal.
        3. penyediaan ruang air privat minimal 30 % sampai dengan 70 % pada kawasan peruntukan sebagaimaan dimaksud pada angka 1 (satu) dengan luasan lebih dari 200 m2, sesuai ketentuan dan arahan teknis dari dinas yang membidang sumberdaya air dan drainase;
        4. ketentuan dan arahan teknis dari dinas yang membidangi sumberdaya air dan drainase mempertimbangkan jenis kegiatan, lokasi setempat dan sekitarnya, kondisi saat itu atau eksisting dan pembangunan baru, kebutuhan penyediaan sarana prasarana parkir, bongkar muat, peletakan barang dan peralatan industri beban tertentu, halaman pelataran, jalan atau akses kendaraan, tertentu lainnya untuk fungsi utama kegiatan, dan biaya investasi;
        5. penyediaan ruang air privat dapat berupa area rawa yang tidak di urug atau tidak dilakukan penimbunan, pemanfaatan atau peruntukan dengan dataran yang rendah atau direncanakan untuk digenangi air atau debit banjir, dan/atau penggalian kolam retensi detensi dengan fungsi utama sebagai area resapan dan tampungan untuk mendapatkan volume tampungan maksimal;
        6. pada zona sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib tersedia tata pengaliran ruang air dalam kavling dan lingkungan yang terhubung, dengan saluran inlet ke bagian bawah bangunan panggung atau rawa di bawah bangunan, dan saluran pembagi atau gorong-gorong antar tapak;
        7. penyediaan ruang air privat sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c terhubung dengan sistem jaringan sumberdaya air dan saluran drainase;
        8. peraturan daerah tentang bangunan dan konstruksi panggung tetap berlaku, kebutuhan lainnya tetap dipenuhi dengan konstruksi panggung atau urugan/ penimbunan elevasi rendah yang digenangi air saat debit pasang dan/atau debit banjir;
        9. ketentuan dan arahan teknis sebagaimana dimaksud pada huruf d dilengkapi dengan kajian teknis dampak pembangunan terhadap lingkungan dan dampak genangan atau peningkatan air permukaan disekitarnya sesuai arahan dari dinas yang membidang sumberdaya air dan drainase;dan
        10. penyediaan ruang air privat sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c penyediaannya dapat digantikan atau di alihkan dari luar kavling atau dari luar tapak pembangunan, ke lokasi atau ke tempat lain disekitarnya dalam satu satuan wilayah penanganan genangan (SWPG) atau satu satuan wilayah penanganan drainase (SWPD) yang sama atau sesuai sesuai kajian teknis dampak pembangunan terhadap lingkungan dan dampak genangan atau peningkatan air permukaan.